Rabu, 02 September 2015

Menjawab Tantangan Zaman : Kader KAMMI harus “Mawas Diri”



Kalimat sederhana yang mungkin pertama kali penulis ingin sampaikan, kader KAMMI harus “Mawas Diri”. Menyadari realitas zaman yang terus berlomba dengan waktu, berkejaran dengan teknologi dan kemapanan sisi duniawi. Kader KAMMI juga harus mencoba meraba antara komitmen menjadi bagian dari gerakan dakwah KAMMI dengan kenyataan kapasitas dirinya sebagai seorang motor penggerak. Adakah korelasi yang jelas?

Lalu apa yang menjadi masalah
Secara sosial, sadar ataupun tidak pergerakan zaman berdampak pada perubahan sistem hidup umat manusia. Menyeret sekumpulan orang yang memiliki ikatan emosional sama, menjadi individualistis yang apatis. Sejarah Indonesia cukup jelas merekam naluri masyarakat Indonesia yang memiliki karakteristik ketimuran, yang berjiwa sosial tinggi, gotong royong dan setia kawan. Namun pada kenyataannya saat ini tradisi-tradisi masyarakat timur mulai ditinggalkan. Kita lebih sibuk memainkan komunitas dalam dunia cyber, dibandingkan menyapa orang-orang yang berada dihadapan. Lebih sibuk like and comment di medsos, dari pada bercengkrama dialam nyata.
Dari sisi keagamaan, ternyata problematika penistaan agama di Indonesia bukan lahir dari orang-orang awwam tapi justru dari golongan manusia yang memiliki kapasitas keilmuan diatas rata-rata. Bahkan seolah mereka mampu melakukan “cuci otak” masyarakat, dengan mencaplok dalil-dalil kitab suci secara massif. Kenyataan ini makin menyadarkan kita, bahwa perjuangan dakwah bukan sekedar mensejahterakan si miskin dari jurang kemelaratan hati dan harta, tapi bagaimana juga melakukan “penyadaran” kaum-kaum intelektual yang justru jauh lebih berbahaya dalam melakukan agresi “pendangkalan aqidah”.
Demikian juga tantangan teknologi seperti yang di bicarakan oleh Marshall MCluhan, dalam bukunya yang berjudul, understanding Media, The extensions of Man,  yang di terbitkan empat dekade yang lalu, ia meramalkan bahwa pralihan dari era teknologi mekanik ke era teknologi listrik di Barat akan membawa peralihan pula pada fungsi teknologi sebagai perpanjangan manusia menuju perpanjagan tahap akhir, dan dari perpanjangan ruang manusia, menuju perpanjangan syaraf manusia, bila di era mekanik, misalnya sebuah mesin ketik dapat memperpanjang tangan manusia, dalam era teknologi komputer dapat memperpanjang system syaraf manusia. (aziz triana)
Lalu apakah kader KAMMI siap menjawab persoalan ini?
KAMMI dan dakwah ibarat mata uang yang tidak dapat pisahkan. Karena secara empiris kelahiran KAMMI merupakan efek spontan dari kerusakan zaman dan cita-cita perbaikan ummat manusia. Demikian juga secara filosofis, visi besar dari gerakan ini adalah memiliki basis kader yang mampu melakukan transformasi perbaikan menuju bangsa dan negara Indonesia yang Islami. Artinya, bagaimanapun perkembangan zaman yang terus bergulir, nilai dasar dan target perjuangannya adalah membumikan Islam tanpa terbatas ruang dan waktu.
Dan saat menyadari terjadinya proses transformasi sosial, kader KAMMI harus menjawab tantangan ini. Karena saat teori-teori perubahan sosial mengisyaratkan terjadinya kemajuan, harus diimbangi oleh idea of progress.  Dalam konteks realita dakwah KAMMI secara organisasi maupun secara personal kader saat dihadapkan pada nilai-nilai kemajuan yang perlu direspon, diberi nilai, diarahkan, dan dikembangkan ke arah yang lebih berkualitas. Visi, misi, aktifitas dakwah KAMMI perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan zaman.
Penulis berasumsi dalam menjawab tantangan ini minimal kader KAMMI harus memiliki kapasitas sebagai berikut.
1.       Kapasitas ideologi
Pemahaman yang komprehensif terhadap cita-cita lahir maupun visi besar dakwah KAMMI, akan menyadarkan kita pada persoalan yang mendasar dari sebuah bangunan dakwah. Secara hakiki, ketika landasan dasar dan visi dakwahnya ditinggalkan maka ruh dari bangunan ini roboh dengan sendirinya.
Membaca poin pertama paradigma gerakan KAMMI sebagai dakwah Tauhid, sangat erat kaitannya dengan keimanan yang mengakar. Keimanan adalah basis pertama dari nilai ketuhanan, ukuran keberhasilan dari agenda-agenda dakwah KAMMI bukan hanya terletak dari nilai kuantitas keduniaan tapi nilai-nilai kualitas ukhrawi.
Tawaran-tarawan apapun yang menggiurkan tidak akan berpengaruh, karena dihati para kader telah terhujam keimanan yang kokoh.
2.       Kapasitas Keilmuan
Sejalan dengan pembahasan mengenai pendangkalan aqidah dan akselerasi teknologi. Kapasitas keilmuan menjadi persoalan yang sangat urgen dimiliki oleh seluruh kader KAMMI dalam menjawab berbagai problem yang mendera. Sudah seharusnya dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki, kapasitas keilmuan menjadi amunisi dakwah yang paling tajam.
Karena makna negarawan dalam kalimat muslim negarawan, bukan terbatas pada definisi aktor politis di ruang parlemen saja. Melainkan, menjadi aktor perbaikan diberbagai bidang yang mampu mengkawinkan antara iman dan ilmu. Dengan demikian, ummat akan mudah diajak untuk menjadi bagian dari proyek dakwah sesuai bidang  minat yang dimiliki.
Disamping itu, ketika kader KAMMI memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni. Perang intelektual akan menjadi arena pertempuran yang seimbang. Bahkan bisa dengan mudah dimenangkan karena mampu mensinergikan antara kekuatan akal dan iman.
Dalam perjalanannya sudah lahir beberapa intelektual yang lahir dari Rahim KAMMI, sebut saja Prof. Eng. Khoirul Anwar (Ketua KAMMI Jepang) sebagai penemu 4G. Beliau mengatakan bahwa KAMMI bukan hanya kumpulan manusia, melainkan kumpulan ilmu dan amal menuju ridho Ilahi.
Semangat inilah yang harus ada dalam diri kader KAMMI, menyatukan kekuatan iman, intelektual dan amal menuju ridho Ilahi.
3.       Kapasitas Seni Menyeru
Salah satu karakter Rasulullah adalah tabligh. Artinya seni dalam menyampaikan pesan-pesan Ilahi, agar dengan mudah di terima oleh hati setiap manusia. Makna tabglih bukan terbatas pada cara lisan dalam menyampaikan, karena saat zaman berputar dengan cepat.
Maka dakwah KAMMI baiknya membumi dan menjadi atmosfer bagi kehidupan masyarakat. Merembes ke ranah pembangunan, budaya, serta mampu memahami dan mengikuti pola pikir masyarakat. Meskipun pesan dakwah ini sudah paten yakni wahyu Allah (Al-Qur’an), namun metode penyampaian dan kemasannya membutuhkan inovasi, kreasi, dan terorganisir sehingga dapat mengikuti perkembangan umat.

Penulis :
Kang Hendro Assudawi
Ketum KAMMI Daerah Palembang

Mahasiswa Pasca Sarjana Hukum Tata Negara UIN Raden Fatah Palembang

0 komentar:

Posting Komentar