Politik adalah proses interaksi antara pemerintah dan masyarakat untuk menentukan kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. (Ramlan Subakti)
Indonesia secara konsitusi memang merdeka.
Namun jika mengukur kemerdekaan negeri ini dari kacamata kenyataan, ibarat
panggang jauh dari api. Semangat kemerdekaan yang dulu diagungkan, justru
semakin tergerus oleh aktor transisi yang menyulap dirinya menjadi drakula
kekuasaan. Ibarat film yang digagas puluhan tahun, kelahirannya karena proses
kemelaratan dan pembelajaran yang cukup panjang. Namun ketika episode transisi,
justru para aktornya kehilangan arah karena melihat ladang emas yang berlimpah.
Lalu, lupa pada semangat awal perjuangan. Ah, sudahlah saya kira tidak semua
aktor seperti itu.
Sebenarnya jika kita mau mendiagnosa
penyakit negeri ini, ada fenomena yang cukup menarik. Para pemangku kekuasaan,
terkesan mendefinisikan ulang istilah politik sesuai kehendaknya sendiri.
Sama halnya, proses perumusan sejarah diberbagai negeri terlalu banyak
yang dibuat berdasarkan kehendak dan semangat kepentingan segelintir orang.
Jarang sekali ditemukan, kerangka berfikir yang mencoba mengkontruksi sejarah
negeri atas asas semangat kejujuran dan visi besar kesejahteran kolektif.
Lalu kembali pada permasalahan
kontra-definisi istilah-istilah kenegaraan tadi. Jika definisi apapun tentang
negeri ini diformulasikan ulang sesuai kehendak drakula kekuasaan. Maka dalam
proses kerangka berfikir merumuskan cita-cita negeri dan rel-rel regulasinya
menjadi absurd atau bisa jadi anti-mainstream dengan kehendak hidup rakyat
banyak.
Sistem politik yang seharusnya menjadi alat
paksa untuk menelurkan berbagai kebijakan baik, justru dijadikan sebagai
washilah mencapai kehendak pribadi atau golongan. Celakanya, paradigma berfikir
rakyat secara kolektif akan menganggap politik sebagai washilah kotor.
Sekalipun yang membelokkan dari makna awal politik adalah oknum atau drakula-drakula
kekuasaan.
Politik dalam Kerangka Islam
Kata politik pada mulanya terambil dari
bahasa Yunani atau bahasa latinpoliticos atau ploiticus yang berarti relating
to citizen. Diartikan juga sebagai hubungan sosial yang melibatkan otoritas
atau kekuasaan dan mengacu pada peraturan urusan publik dalam suatu unit
politik dengan metode dan taktik yang digunakan untuk merumuskan dan menerapkan
kebijakan (Wikipedia.org, 11/01/11). Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
politik diartikan sebagai (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan
(spt tt sistem pemerintahan, dasar pemerintahan). Politik diartikan juga
sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai
pemerintahan negara atau terhadap negara lain (KBBI online, 11/01/11). Dari
pengertian di atas maka istilah politik dilihat secara bahasa menekankan kepada
kekuasaan, peraturan urusan publik, penerapan kebijakan, bentuk dan sistem
pemerintahan.
Sedikit berbeda, politik di dalam bahasa
Arab dikenal dengan istilahsiyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para
ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya dalam Al
Muhith, siyasahberakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha
siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya,
melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu
(mengurusi/mengatur perkara). Kata sasa-yasusu-siyasatanyang berarti memegang
kepemimpinan masyarakat, menuntun atau melatih hewan dan mengatur dan
memelihara urusan. (Kang Jayy : Kompasiana)
Ada perbedaan yang cukup mencolok makna
politik dalam kerangka bahasa Inggris dan bahasa Arab. Dalam bahasa inggris
politik lebih menekankan pada kekuasaan, sedangkan dalam bahasa Arab politik
menekankan pada aspek kepemimpinan dan tuntunan. Tentunya ini berdampak pada
proses perjalanan sebuah negara, ketika ia mencoba mengambil salah satu dari
kedua definisi tersebut. Dalam konsep kenegaraan Islam, tidak dikenal istilah
pemisahan antara politik dan agama. Agama merupakan landasan dan dasar
fundamental, sedangkan politik adalah alat untuk mencapai kehendak agama.
Maka meraba kondisi Indonesia saat ini,
yang mayoritas penduduknya muslim, penguasanya muslim. Sudah saatnya,
redefinisi politik sesuai kehendak pribadi dan golongan mulai ditinggalkan.
Karena Islam dengan sangat jelas, mengatur politik sebagai washilah untuk
memaksa rakyat melakukan kebaikan. Islam menjelaskan kerikatan antara agama dan
politik agar kebijakan apapun yang dikeluarkan bernilai karakteristik
Ketuhanan. Yang mampu mensejahterakan berbagai dimensi tanpa pandang bulu.
Penulis :
Kang Hendro Assundawi
Ketum KAMMDA Palembang
Mahasiswa Pascasarjana HTN UIN Raden Fatah
0 komentar:
Posting Komentar